LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Definisi :
Sebagai
suatu tempat, dimana sedimen itu terakumulasi, yang mempunyai kondisi fisis,
kimia dan biologis yang mencirikan keadaan yang khas dari tempat pengendapan
tersebut (RIGBY dan HAMBLIN, 1972).
Kenampakan Lingkungan Pengendapan :
Penentuan
lingkungan pengendapan dari suatu tubuh batuan, dapat dilakukan dengan melihat
sifat-sifat khas dari batuan, yang mana akan mencirikan kondisi pada saat
sedimen itu terbentuk.
Menurut RIGBY dan HAMBLIN (1972),
sifat-sifat tersebut meliputi :
a.
Sifat Fisis, misalnya :
-
struktur besar dari perlapisan
-
kontak
dengan lapisan di atas dan di bawahnya
-
struktur
kecil yang mencirikan, seperti : flute cast, gelembur gelombang.
-
tekstur batuan
-
orientasi butir.
b.
Sifat Kimia, misalnya :
-
macam batuan, seperti :
batugamping, batupasir.
-
kandungan
mineral tertentu yang dapat untuk penentuan lingkungan, terutama mineral
autigenik.
-
perbandingan
unsur-unsur tertentu, misalnya : Ca dan Mg.
-
Kandungan kimia dari organisme yang sering mengalami
pelarutan setelah terendapkan.
-
Konsentrasi
nodule batugamping pada dasar pulau penghalang, serta pada tubuh pasir kwarsa,
yang dihasilkan dari pengendapan CaCO3 dari pencucian cangkang organisme.
c.
Sifat Biologis, misalnya :
-
kelimpahan flora dan fauna.
-
Perbandingan masing-masing
jenis, baik flora maupun fauna.
-
Adanya
gejala perpindahan dan percampuran fauna.
-
Flora
dan fauna penunjuk lingkungan.
Faktor yang Berpengaruh dalam Lingkungan
Pengendapan :
Menurut BLATT et al (1972) :
1.
Kedalaman air
Kedalaman air disini penting, karena beberapa organisme dalam hidupnya
sangat dipengaruhi oleh kedalaman air, seperti : koral, algae. Kedalaman air
kadang-kadang memberikan kenampakan yang khas, dengan melihat kenampakan dapat
diketahui kedalaman dari batuan pada aat diendapkan, kenampakan tersebut
misalnya :
a. “Cut and Fill Structures”,
dan perlapisan silang siur, yang menunjukkan di daerah tersebut ada arus dan
gelombang.
b.
“Mud Crack”, yang menunjukkan daerah
tersebut tersigkap pada atmosfer.
c.
Beberapa
jenis “Trail and Burrow” ternyata
berbeda bentuknya karena disebabkan beberapa perbedaan kedalaman dari air.
2.
Kecepatan
Energi kinetis dari air merupakan kontrol bagi pegerakan sedimen. Sedimen
yang berbutir halus tidak bisa terbentuk dalam lingkungan turbulensi terlalu
tinggi.
3.
Temperatur
Temperatur
akan mengontrol kelarutan dari CaCO3 dan kecepatan pertukaran zat atau unsur
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, sebagai contoh : populasi yang besar dari
organisme dan karbonat jarang terdapat di dalam air dingin.
4, Kegaraman
Merupakan kontrol penting bagi aktifitas biologis. Populasi dari hewan dan
tumbuh-tumbuhan banyak yang dipengaruhi oleh kegaraman dari air.
5. Eh (potensial oksidasi) dan pH (konsentrasi
ion H)
Eh dan pH merupakan dua aspek kimia yang penting dalam lingkungan
pengendapan, yang akan mengontrol sedimen dan dauna yang hidup di dasar.
6.
Bentuk Fisik dari Lingkungan Pengendapan
Bentuk fisik dari lingkungan pengendapan kerap kali mengontrol sedimen yang
ada dalam cekungan. Bentuk fisik dari lingkungan pengendapan dapat berupa :
kemiringan dari permukaan, kedalaman dari daerah deposisi.
Klasifikasi Lingkungan Pengendapan :
BLATT et al
(1972), membagi lingkungan pengendapan menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1.
Lingkungan darat (Terrigeneous) :
-
Alluvial fan
-
Dataran banjir
-
Lakustrin (basah, kering)
-
Padang pasir
-
Rawa (swamp)
-
Endapan es.
2.
Lingkungan campuran :
-
River Channel atau Distributary Channel (dan Lovec)
-
Estuarin
-
Teluk, Lagun
-
Paya-paya (marsh)
-
Intertidal, Supratidal, Bar dan Channel.
3.
Lingkungan laut dangkal (600
kaki):
-
Self banks (tidal dan non tidal)
-
Self basin (terbatasi iklim basah, iklim kering)
-
Gradded self
-
Paparan
karbonat dan karang (berhubungan atau tidak dengan daratan)
-
Cekungan evaporit.
4. Lingkungan laut dalam (batial : 600 – 6000 kaki, abisal : > 6000 kaki) :
-
Slope dan Canyon
-
Sub Marine Fan
-
Cekungan
laut dalam (pelagik, terrigeneous)
-
Cekungan
laut dalam tertutup (iklim basah dan kering)
BLATT et al
(1972), memasukkan rawa ke dalam lingkungan pengendapan darat.
TWENHOFEL
(1950) ; KRUMBEIN dan SLOSS (1963), memasukkan marsh ke dalam lingkungan pengendapan darat, hal ini disebabkan marsh biasanya didapatkan bersama-sama
dengan rawa, sedang perbedaan utama dari marsh dengan rawa adalah jenis
tumbuh-tumbuhannya yang terdapat di dalam tubuh air tersebut.
BLATT, et al (1972),
memasukan marsh ke dalam lingkungan pengendapan campuran, hal ini disebabkan
karena marsh kebanyakan terdapat ditepi laut (pantai), selain dari pada itu
ternyata jenis tumbuh-tumbuhan memberikan efek terhadap sedimen ataupun batuan
yang terbentuk di dalam lingkungan pengendapan tersebut.
RAWA (SWAMPS)
Rawa adalah
suatu tubuh air yang dangkal, air tersebut menempati permukaan tanah atau
dataran, pada permukaan tanah tersbut banyak dijumpai tumbuh-tumbuhan (KRUMBEIN
dan SLOSS, 1963).
Rawa adalah suatu
dataran yang secara periodik tertutup atau tergenang oleh air, tumbuh-tumbuhan
yang terdapat di tepi atau di dalamnya biasanya dari jenis kayu-kayuan,
kadang-kadang disertai dengan semak-semak yang lebat (HO dan COLEMAN, 1969).
Air di dalam
rawa umumnya air tawar, pada daerah yang berdekatan dengan laut airnya akan
payau atau asin (KRUMBEIN dan SLOSS, 1963).
Menurut LAHEE
(1962), rawa dapat terjadi dari :
-
lagun yang mengalami
pendangkalan
-
penaikan dasar laut
-
penurunan daratan
-
topografi
yang ada di sekitarnya.
Rawa biasanya
mempunyai bentuk memanjang atau bulat telur (KRUMBEIN dan SLOSS, 1963), rawa
laut umumnya mempunyai bentuk yang memanjang, sedang rawa air tawar mempunyai bentuk bulat telur.
Klasifikasi Rawa :
TWENHOFEL
(1950), membagi rawa berdasarkan atas jenis air dan tumbuh-tumbuhannya, yaitu :
1.
Rawa Laut (Marine/parallic swamps) :
-
Grass-end-reed swamps.
-
Rawa bakau.
2.
Rawa air tawar :
-
Rawa
yang berhubungan dengan cekungan, meliputi : rawa danau dan rawa sungai.
-
Rawa
pada dataran atau permukaan yang kemiringannya kecil.
LAHEE (1962),
membagi rawa berdasarkan atas tempat dimana rawa tersebut didapatkan. Meliputi :
1.
Rawa sisi bukit
2.
Rawa dataran pantai
3.
Rawa dataran delta
4.
Rawa dataran banjir.
Lingkungan Pengendapan Rawa (dilihat dari aspek
fisiknya) :
Karakteristik
dari rawa akan memberikan efek terhadap endapan yang ada di dalam rawa, baik
mengenai tumbuh-tumbuhan atau keadaan dari airnya.
Energi di dalam
rawa adalah energi kimia dan panas, merupakan energi yang paling besar, energi
mekanis lebih kecil bila dibandingkan dengan kedua energi tersebut di atas
(KRUMBEIN dan SLOSS, 1963 ; HO dan COLEMAN, 1969).
Menurut BATEMAN
(1951), energi mekanis yang kecil ini disebabkan karena air yang masuk ke dalam
rawa, dihasilkan dari sungai yang gradiennya kecil. Energi mekanis yang kecil
ini akan mengakibatkan material yang mesuk ke dalam rawa berukuran halus,
selain dari pada itu akar tumbuh-tumbuhan juga akan menyaring material yang
masuk ke dalam rawa.
Menurut
KRUMBEIN dan SLOSS (1963), material yang terdapat di dalam rawa terdiri dari
batulanau dan lumpur, serta larutan garam dan gas yang berkembang di dalam rawa
pada kondisi an aerobic.
Di dalam rawa
pantai, material yang halus jarang dijumpai, hal ini disebabkan adanya pengaruh
dari arus pasang surut akan mengakibatkan material yang masuk ke dalam rawa
pantai berukuran pasir dan lanau. Akar tumbuh-tumbuhan akan mengakibatkan
adanya pemilahan dari ukuran butirnya, semakin ke tengah ukuran butirnya
semakin kecil (SCHOLL, 1962.b).
Endapan tipis
dari batulempung yang terdapat di bawah
lapisan batubara biasanya berbentuk lensa, yang kadang-kadang memperlihatkan
adanya laminasi (BATEMAN, 1951). Pengaruh dari akar tumbu-tumbuhan akan
mengakibatkan laminasi mempunyai bentuk yang tidak beraturan (CONYBEARE, 1968).
Menurut
TWENHOFEL (1950), adanya pengaruh dari arus yang terdapat di dalam rawa sungai
akan menghasilkan perlapisan dari batulempung, batulanau dan batupasir. Disini
kadang-kadang dijumpai Mud Crack.
Endapan dari
oksida besi yang terdapat di dalam rawa air tawar biasanya tipis, banyak yang
mempunyai struktur konkresi (TWENHOFEL, 1950).
Menurut
CONYBEARY (1968), nodule siderit kadang-kadang terdapat melimpah di dalam rawa,
yang kerapkali membentuk perlapisan, terutama di dalam rawa yang pengalirannya
jelek (reduksi).
Adanya batubara
kadang-kadang dapat digunakan sebagai tanda adanya ketidakselarasan
(BATEMAN,1950).